Selasa, 29 Maret 2011

Pendidikan Multikultural


Pendidikan Multikultural

MENANAMKAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
KEPADA ANAK-ANAK DENGAN SASTRA

Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak (Musa Asy’arie).

S
astra sebagai salah satu jenis ilmu pengetahuan ternyata mampu masuk ke dalam jenis bidang apapun dan dalam situasi bagaimanapun. Sastra pun ternyata mampu berkolaborasi dengan jenis ilmu pengetahuan yang lain, sebut misalnya ilmu sosial yang menghasilkan ilmu Sosiologi Sastra, ilmu psikologi yang menghasilkan ilmu Psikologi Sastra (Psikosastra), ilmu jurnalistik yang menghasilkan ilmu Jurnalisme Sastra, dan ilmu-ilmu yang lainnya. Kolaborasi antara sastra dengan jenis ilmu pengetahuan yang lain ini, lazim disebut sebagai sastra interdisipliner.
            Dalam tulisan ini yang akan berkolaborasi dengan sastra adalah ilmu budaya atau bisa disebut sebagai ilmu Antropologi Sastra. Ilmu tentang manusia dan budaya atau kebudayaannya kemudian dikaitkan dengan ilmu sastra akan menghasilkan sebuah kajian tentang manusia dan kebudayaannya yang menarik, yaitu tentang pendidikan multikultural kepada anak-anak dengan sastra.

Pendidikan Multikultural
            Ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian dari pendidikan multikulutral. Akan tetapi pada prinsipnya pengertian-pengertian itu sama. Salah satunya adalah seperti yang disampaikan oleh Musa Asy’arie, bahwa  pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Di sini jelas terlihat bahwasanya pendidikan multikultural menitikberatkan pada sikap hidup yang menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Tidak ada kemudian semacam tekanan, dominasi, diskriminasi, saling mencemooh, dan lain-lain, yang ada kemudian adalah hidup berdampingan secara harmonis, saling toleransi, menghormati, pengertian, dan sebagainya.
            Ada pendapat yang cukup menarik utnuk disimak, yaitu apa yang disampaikan oleh Musa Asy’arie, seperti yang dikutip di atas, “Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak”. Di sini terlihat jelas salah satu pentingnya pendidikan multikultural bagi bangsa Indonesia, yaitu untuk menjaga keutuhan bangsa, persatuan dan kesatuan tetap terjaga, dan yang pasti integritas bangsa semakin kuat.
            Itu hanya sedikit pengantar saja mengenai pendidikan multikultural yang dewasa ini sedang berkembang di Indonesia. Pembahasan ini tidak hanya terpusat pada pendidikan multikultural saja, tetapi kemudian pendidikan multikultural dikaitkan dengan dunia anak-anak dan sastra.

Mengapa anak-anak?
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan (1995: 14) memberi pengertian istilah anak-anak adalah insan yang berusia antara dua sampai dua belas tahun, mencakupi anak-anak pra-sekolah dan sekolah dasar. Ditinjau dari segi usia, anak-anak pra-sekolah dibagi lagi atas empat kelompok, anak-anak sekolah dibagi atas tiga kelompok. Itu adalah pengertian yang dilihat secara teoritis, sementara dilihat dari sisi yang lain, misalnya psikologi, masa anak-anak pada umumnya merupakan masa yang sangat sensitif sekali untuk menerima segala apa yang ada di lingkungannya. Pendek kata anak-anak merupakan pendengar yang baik dan peniru yang baik. Pasalnya segala apa yang dilihat dan didengarnya dapat dipastikan kemudian akan ditiru dan dipraktekan dalam kehidupannya. Dan jangan lupa yang tak kalah pentingnya lagi bahwasanya anak-anak adalah generasi masa depan bangsa Indonesia.
Dalam kaitannya dengan tema tulisan ini, saat seperti inilah yang sangat tepat untuk memberikan pendidikan multikultural kepada anak-anak. Anak-anak akan dengan mudah menerima pendidikan yang disampaikan, menerima segala apa yang didengar dan dilihatnya. Pendidikan multikultural masuk sebagai bahan ajar yang relefan dengan kondisi bangsa saat ini dan menjadi bahan pendidikan yang sangat penting. 

Ada apa dengan sastra?
            Pertanyaannya kemudian adalah mengapa sastra yang diambil sebagai media untuk menyampaikan atau mengajarkan tentang pendidikan multikultural. Ada apa dengan sastra? sudah tidak asing lagi di telinga kita dengan kata sastra.    Sebagai sebuah ilmu yang banyak menyimpan pengertian, sastra hadir sebagai oase di tengah padang pasir kehidupan kita. Sastra bisa menjadi alternatif bagi orang-orang yang bosan dengan kehidupan yang kaku.
            Dengan banyak sekali ragam sastra yang ada, mulai dari yang berbentuk audio (sastra lisan; dongeng, cerita rakyat, dll), visual (sastra tulis; puisi, cerpen, novel, naskah drama, dll), sampai yang berbentuk audio visual (gabungan keduanya; film, pementasan drama, dll), sastra bisa menjadi alat untuk menyampaikan pendidikan multikultural. Tidak sedikit anak-anak yang menyukai ketiga bentuk sastra tersebut, banyak sekali anak-anak yang suka mendengarkan cerita-cerita rakyat, dongeng-dongeng, atau bentuk sastra lisan yang lain. Banyak juga anak-anak yang suka dengan sastra tulis, puisi, cerpen, novel, dll. Serta tak sedikit pula yang menyukai sastra yang audio visual, film, film kartun, animasi, pementasan drama, dll.

Sastra dan Pendidikan Multikultural
            Kemudian bagaimanakah caranya sastra menjadi alat untuk menyampaikan pentingya atau manfaat dari pendidikan multikultural, agar anak-anak memahami dan melaksakan pendidikan multikultural. Sesuai dengan judul yang tertera di atas, “Pendidikan Multikultural kepada Anak-anak dengan Sastra”, maka sastra memegang peranan penting untuk mengajarkan hal tersebut. Ketiga bentuk sastra di atas semuanya bisa digunakan untuk mengajarkan pendidikan multikultural.
            Ada banyak contoh film karya-karya anak negeri sendiri yang mengajarkan pendidikan multikultural. Ambil contoh Film Si Bolang (Trans7) dan Film Denias (film layar lebar besutan sutradara John de Rantau). Pertama, Film Si Bolang (Si Bocah Petualang) hampir setiap hari ditayangkan di stasiun swasta Trans7. Film ini mengisahkan tentang sekelompok anak-anak yang berasal dari suatu daerah yang memperlihatkan kondisi pendidikan di daerah setempat, bermain-main dengan alam (natural), mempertontonkan macam-macam permainan tradisional, dan memperlihatkan adat masyarakat setempat, misalnya, mengenai kesenian daerah setempat. Film Si Bolang dengan mengisahkan kisah tersebut memberi arti kepada kita bahwa bangsa Indonesia sangat kaya dengan budaya dan sangat berragam manusia, bahasa, adat, dan sebagainya.
            Sebagaimana pengertian dari pendidikan multikultural yang tersebut di atas, banyaknya ragam manusia Indonesia, kebudayaan Indonesia, Bahasa daerah, dan lain-lain, akan semakin utuh persatuan dan kesatuan Indonesia jika kesadaran kita akan perbedaan, menghargai keanekaragaman budaya, toleransi terhadap sesama, agama yang berbeda, bahasa yang berbeda, adat yang berbeda, semakin kuat. Di sinilah peran dari pendidikan multikultural untuk bisa mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Film Si Bolang yang semua aktor dan aktrisnya anak-anak, sangat tepat jika anak-anak menjadi sasaran utama film tersebut, karena kebanyakan anak-anak sangat suka sekali film tersebut. Film yang masuk ke dalam jenis sastra anak tersebut, sangat tepat sebagai media pembelajaran pendidikan multikultural bagi anak-anak sedini mungkin.
            Kedua, film Denias yang mengisahkan kehidupan masyarakat di daerah Papua dengan segala keanekaragaman kebudayaannya. Film yang disutradarai oleh John de Rantau ini, mengisahkan tentang seorang anak yang bernama Denias yang giat belajar dan sekolah walaupun kondisinya tidak memungkinkan. Denias yang lahir dari masyarakat miskin tidak mungkin bisa bersekolah di sekolah yang bagus, hanya berupa SD daruratlah yang bisa menampungnya bersekolah. Ditambah lagi dengan adat msyarakat setempat yang menghendaki anak-anak laki harus bekerja membantu orang tuanya di rumah. Akan tetapi, dengan kegigihannya dan semangatnya bersekolah, akhirnya Denias bisa bersekolah di sekolah yang cukup bergengsi yang di situ diisi oleh anak-anak kepala suku yang terhormat dan kaya.
            Tidak hanya segi pendidikan saja yang ditonjolkan dalam film tersebut, dari segi kebudayaan, ragam adat, bahasa, alam raya , dan semua elemen dari daerah Papua pun masuk ke dalam film tersebut. Sama halnya dengan Si Bolang, Denias pun mencoba memperlihatkan bahwasanya Indonesia sangat kaya dengan adat istiadat, kebudayaan, bahasa, kekayaan alam, dan lain-lain. Dengan mengambil setting yang sangat alami, rumah-rumah masyarakat Papua setempat, alam yang masih sangat alami, mencoba menggugah hati masyarakat Indonesia seluruhnya agar tidak sempit pandangan terhadapt Indonesia.
            Di sinilah kemudian peran dari sastra yang berupa film Denias terhadap pendidikan multikultural. Dengan berbagai kultur yang ada tersebut, diharapkan anak-anak bisa lebih memahami arti penting dari sebuah perbedaan. Biasanya, jurang pemisah antara kaya miskin, kulit hitam putih, agama yang berbeda, lapisan masyarakat yang berbeda, semakin besar jika tidak ada semacam pendidikan mengenai semua perbedaan tersebut. Sifat egois, sombong, diskrimanasi akan semakin berkembang seiring dengan tidak berkembangnya sifat menghargai perbedaan. Di sinilah kemudian peran pendidikan multikultural bagi anak-anak, agar anak-anak sejak usia dini bisa memahami arti perbedaan.
            Kedua film tersebut, merupakan sastra yang dilihat dari sisi sastra audio visual (yang bisa didengar dan dilihat), selain itu pun masih banyak lagi jenisnya, seperti film kartun, animasi, dan lain-lain. Sementara, dari sisi sastra visual sangat banyak ragamnya yang berupa karya-karya tulisan, puisi, cerpen, novel, dan lain-lain. Banyak karya-karya sastra yang mengajarkan tentang menghargai perbedaan-perbedaan, toleransi antarsesama, dan sebagainya. Tak sedikit karya sastra yang mengangkat kebudayaan suatu daerah di Indonesia, adat istiadat, dan lain-lain. Ambil contoh misalnya Novel Ronggeng Dukuh Paruk (Ahmad Tohari) yang mengambil setting di daerah Paruk. Novel Incest (I Wayan Artika) yang mengambil setting di daerah Bali. Kedua novel tersebut sama-sama membicarakan mengenai adat kebiasaan daerah setempat, disertai pula dengan berragam watak manusianya, dan tak ketinggalan pula kekayaan alam daerah setempat. Ini mengisyaratkan bahwasanya Indonesia sangat berragam sekali kebudayaannya, kekayaan ragawi yang cukup besar, dan sebagainya.

Sastra Anak
            Untuk jenis sastra bagi anak-anak juga sangat banyak dan berragam jenisnya. Ambil misalnya cerita-cerita bergambar mengenai cerita rakyat atau dongeng daerah tertentu, misalnya Sangkuriang, Gunung Tangkuban Perahu, Si Kancil, Timun Mas, Bawang Merah Bawang Putih, Malin Kundang, dan lain-lain yang kesemuanya itu menggambarkan kekayaan kebudayaan Indonesia yang tersebar di mana-mana. Di sinilah petingnya pendididikan multikultural bagi anak-anak, dengan membaca atau menceritakan cerita-cerita tersebut diharapkan anak-anak bisa mengerti arti penting dari perbedaan, sekaligus memperkenalkan kekayaan Indonesia.
            Dengan cara bercerita (yang merupakan sastra audio) anak-anak akan semakin antusias atau lebih tertarik untuk lebih mendengarkan cerita-cerita atau dongeng tersebut. Pada dasarnya memang anak-anak suka sekali kalau diceritakan atau didongengkan sesuatu dan ini biasanya lebih masuk ke dalam diri anak tersebut. Sangat efektif sekali dengan metode bercerita ini, karena yang diserang adalah segi psikologi anak-anak, jiwa dan pikiran anak-anak, dan akan sangat mudah sekali unsur pendidikan itu masuk ke dalam diri si anak-anak. Seperti yang diungkapkan oleh Suwarjo (dosen FIKIP Universitas Lampung) dalam tulisannya, beliau mengatakan, “Dengan bercerita dan/atau menulis, siswa mengaktualkan tataran komunikasi dan kognisi individu yang dia miliki”. Jadi, anak-anak akan mengaktualkan tataran komunikasi dan kognisi individu yang dimiliknya dengan bercerita dan/atau menulis. Anak-anak akan lebih bisa menangkap materi-materi yang disampaikan dan mampu mengaktualkannya dengan metode bercerita.
            Itulah kehebatan dari sastra sebagai bahan pembelajaran dalam mengajarkan pendidikan multikultural. Ada beberapa efek positif lain yang diperoleh melalui sastra, seperti yang disampaikan oleh Suwarjo “Efek positif lain yang diperoleh melalui sastra, antara lain, terdorongnya motivasi, berkembangnya kognisi, berkembangnya interpersonal (personality), dan berkembanganya aspek sosial”. Di sini jelas terlihat bahwasanya dengan sastra motivasi akan semakin terdorong, dalam hal ini motivasi tentang pendidikan multikultural, kognisi anak-anak akan semakin berkembang, karakter anak pun akan semakin terbentuk atau interpersonal (personality) anak semakin berkembang, dan juga aspek sosial anak-anak akan semakin berkembang, interaksi sosial terus berkembang.

Sastra dan Martabat Suatu Bangsa
            Ada sebuah pendapat yang cukup menarik yang disampaikan oleh para ahli sastra, para ahli sastra mengungkapkan, “Melalui sastra martabat suatu bangsa dapat terangkat dan dengan membaca sastra tercipta pula keluhuran budi dan kehalusan rohani.” Pendapat ini mengisyaratkan pada kita tentang arti penting dari sastra dan manfaat dari sastra ternyata sangat besar, sampai-sampai martabat bangsa dapat terangkat dengan sastra. Memang tidak berlebihan pendapat seperti itu, seperti yang dibahas dalam tulisan ini salah satunya adalah memang dapat mengangkat martabat bangsa Indonesia. Dan juga ternyata dengan membaca sastra tercipta pula keluruhan budi dan kehalusan rohani. Sangat tepat sekali pendapat tersebut, jika memang yang dibaca adalah karya sastra yang bermutu atau tidak ecek-ecek.
            Berarti, dengan membaca sastra atau dengan sastra itu sendiri arti penting dari pendididkan multikultural bisa sampai kepada anak-anak, dan tentunya tidak hanya martabat bangsa bisa terangkat, tetapi persatuan dan kesatuan Indonesia semakin utuh dan erat serta tidak akan tergoyahkan oleh gelombang apapun dan oleh jenis angin apapun.

1 komentar

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.


EmoticonEmoticon