Rabu, 13 April 2011

Pergeseran Peran Mahasiswa (Bag : 1)


Di era modern dan globalisasi ini, dimana seluruh dunia turut serta menukar maupun menawarkan budaya, bahasa, serta ilmu pengetahuan yang dimilikinya dan entah apakah karena peng-global-an itu kita jarang sekali menemukan kata “Nasionalisme” dalam kosakata keseharian kita. Atau mungkin rasa kebanggan berbangsa itu hilang ditelan globalisasi yang makin carut marut? Mungkin sebagian umum banyak orang yang tahu apa itu “Nasionalisme”, tapi yang tertanam di diri mereka hanyalah wacana, sekedar tahu tapi tak memahaminya.
Nasionalisme itu berarti tentang “rasa ke- -an” atau yang kita pahami bahwa Nasionalime itu tentang rasa kebangsaan. Jadi Nasionalisme itu adalah bagaimana jiwa raga kita bisa memaknai kehidupan berbangsa dalam satu cita yang kan dituju. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Indonesia dikenal dengan keberagamannya mulai dari suku, bahasa, dan budaya!
Memang seperti itu kondisinya, bisa kita lihat pejuang muda Indonesia pada masa penjajahan dulu kala. Pada saat itu seluruh masyarakat Indonesia belum berani melawan karena rasa takut, malahan akan dijadikan budak oleh penjajah, tapi siapa yang berani tuk melewati batas itu? Ia adalah seorang pemuda. Memang rasa nasionalisme mereka tidak tumbuh dengan sendirinya, dibutuhkan beberapa wacana persatuan hingga akhirnya mereka berdiskusi dalam tulisan dan memang tidaklah mudah, namun bibit yang mereka tebarkan itu yakin akan tumbuh. Tumbuh dikarenakan mereka butuh, terlebih lagi mendapat pengaruh tekanan para penjajah penganut paham liberalis dan kapitalis yang sangat merugikan. Hingga pada akhirnya pemuda – pemuda itu pun membutuhkan satu – kesatuan untuk menumpas serta memberangus jejak – jejak kaki penjajah di bumi Indonesia tercinta ini, dengan mencanangkan Sumpah Pemuda. Ya! Mulanya memang hanya sejumlah “sumpah” yang dibentuk oleh para pemuda yang terdiri dari perwakilan dari beberapa daerah dari sabang hingga ke merauke sana. Tapi bisa kita lihat sekarang ini! Mereka telah menumbuhkan bibit jiwa nasionalisme mereka dalam konsep indentitas yang sama dalam bernegara! Kita bisa buktikan kepada dunia di luar sana bahwa dalam keberagaman dan ketidak becusan para orang tua yang hanya bisa menganggukkan kepalanya pada penjajah, pemuda juga bisa menganggukkan kepalanya, dengan berkata TIDAK.

Sungguh luar biasa pendahulu kita itu, pemuda yang tak kenal takut, berkata satu meski tumpah darah pun taruhannya. Sejak itu kita bisa tahu gerakan pemuda di Indonesia dimulai dengan Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Hingga istilah pemuda tersebut mengalami pergesaran arti dengan sebutan mahasiswa, sosok yang memiliki kadar intelektual tinggi. Hal ini sah-sah saja karena untuk mengadakan perubahan bangsa tidak cukup dengan semangat ‘muda’ namun dituntut juga dengan intelektual yang mumpuni dan yang menjadikan nilai lebih mahasiswa adalah gerakan mereka relatif bebas dari berbagai intrik politik. Sebut saja kedudukan, jabatan dan bahkan kekayaan.
Peran mahasiswa pada angkatan ‘66, ‘74 dan ‘98 telah memberikan label The Agent of Social Control. Apalagi perjuangan mereka tidak lain adalah penyalur lidah masyarakat yang tertindas pada masa rezim yang berkuasa saat itu. Kekuatan moral yang dibangun lebih disebabkan karena mahasiswa yang selalu bergerak secara aktif. Seperti dengan turun ke jalan demi berteriak menuntut keadilan dan pembelaan terhadap hak-hak wong cilik. Namun seiring perjalanan waktu gerakan mahasiswa akhir-akhir ini seperti kehilangan gregetnya, aksi-aksi penentangan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak memihak rakyat tidak lagi mampu mengundang simpati mereka. Bahkan rakyat cenderung beranggapan — mahasiswa cuma bisa ngomong dan demo melulu. Apalagi ditemukan beberapa kasus demo bayaran. Belum lagi perilaku-perilaku negatif kian marak dibawa sebagian mahasiswa ke dalam lingkungan sekitar kampus, sehingga dengan memukul rata rakyat semakin yakin akan ‘kemunafikan’ mahasiswa.
Jadi dimana jiwa Nasionalisme pemuda (red :mahasiswa) saat ini? Mari kita buktikan kembali kejayaan seorang pemuda yang mampu menjadi Agent of Change! Mari kita lihat diri kita sendiri apakah moral kita sudah benar adanya? Atau hanya meneriakkan omong kosong yang hanya mampu memanaskan kuping rakyat di luar sana?!


Mari kita buktikan!


EmoticonEmoticon