REVITALISASI PENDIDIKAN PESANTREN (Kajian PP Nomor 55 Tahun 2007)
REVITALISASI PENDIDIKAN
A. Pengertian Revitalisasi
Sementara
dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara,
dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang
terberdaya. Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau
perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat
penting atau perlu sekali (untuk kehidupan dan sebagainya). Pengertian
melalui bahasa lainnya revitalisasi bisa berarti proses, cara, dan atau
perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali berbagai program
kegiatan apapun. Atau lebih jelas revitalisasi itu adalah membangkitkan
kembali vitalitas. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara umum adalah
usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu
sekali.
Berbagai macam pengertian lain tentang revitalisasi dari
banyak kalangan muncul sedemikian rupa. Bisa dimungkinkan satu sama yang
lain bertentangan. Dalam khazanah dinamika keilmuan kontemporer, hal
itu wajar terjadi, karena pada prinsipnya tidak akan ada definisi yang
definitive. Artinya batasan pengertian terhadap suatu istilah tertentu,
sulit –untuk tidak mengatakan mustahil– akan dapat menggambarkan istilah
itu secara utuh dan menyeluruh.
Dalam konteks ini, istilah
revitalisasi saja kadang-kadang menjadi guyonan mahasiswa di warung
kopi, bahwa apabila alat keperkasaan laki-laki tidak berfungsi, maka
perlu direvitalisasi, artinya adalah perlu (maaf) diperkasakan kembali.
Bahkan ada yang dengan nada serius, mengasumsikan bahwa istilah
revitalisasi hanya bisa digunakan untuk masalah dan bidang tertentu,
yaitu dalam hal upaya untuk menghidupkan kembali kawasan mati, yang pada
masa silam pernah hidup, atau mengendalikan, dan mengembangkan kawasan
untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki atau
seharusnya dimiliki oleh sebuah kota baik dari segi sosio-kultural,
sosio-ekonomi, segi fisik alam lingkungan, sehingga diharapkan dapat
memberikan peningkatan kualitas lingkungan kota yang pada akhirnya
berdampak pada kualitas hidup dari penghuninya.
Dalam frame ini secara utuh menggambarkan bahwa motiv pentingnya melakukan revitalisasi, adalah karena banyak hal:
1. Penurunan Vitalitas Ekonomi Kawasan Perkotaan
a. Ekonomi kawasan tidak stabil
b. Pertumbuhan kawasan yang menurun
c. Produktifitas Kawasan Menurun
d. Dis-ekonomi Kawasan
e. Nilai Properti Negatif (Rendah)
2. Meluasnya Kantong-Kantong Kumuh Yang Terisolir
a. Tidak terjangkau secara spasial
b. Pelayanan prasarana sarana yang terputus
c. Kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang terisolir
3. Prasarana Dan Sarana Tidak Memadai
a. Penurunan kondisi dan pelayanan prasarana (jalan/jembatan, air bersih, drainase sanitasi, persampahan)
b.
Penurunan kondisi dan pelayanan sarana (pasar, ruang untuk industri,
ruang ekonomi formal dan informal, fasilitas budaya dan sosial, sarana
transportasi)
4. Degradasi Kualitas Lingkungan
a. Kerusakan ekologi perkotaan
b. Kerusakan amenitas kawasan
5. Kerusakan Bentuk Dan Ruang Kota Tradisi Lokal
a. Destruksi diri-sendiri
b. Destruksi akibat Kreasi Baru
6. Pudarnya Tradisi Sosial Dan Budaya Setempat Dan Kesadaran Publik
a. Pudarnya tradisi
b. Lemahnya kesadaran publik
Penataan
dan revitalisasi kawasan diarahkan untuk memberdayakan daerah dalam
usaha menghidupkan kembali aktivitas perkotaan dan vitalitas kawasan
untuk mewujudkan kawasan yang layak huni (livable), mempunyai daya saing
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, berkeadilan sosial,
berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota.
Targert
revitalisasi ini, biasanya mencegah terjadinya penurunan produksi
ekonomi melalui penciptaan usaha lapangan kerja dan pendapatan ekonomi
daerah, meningkatkan stabilitas ekonomi kawasan dengan upaya
mengembangkan daerah usaha dan pemasaran serta keterikatan dengan
kegiatan lain, meningkatkan daya saing ekonomi kawasan dengan mengatasi
berbagai permasalahan lingkungan dan sarana prasarana yang ada, seperti
meningkatkan pelayanan sarana prasarana di kawasan kumuh, mengembangkan
amenitas kawasan, mengkonservasi aset warisan budaya kawasan lama,
mendorong partisipasi komunitas investor dan pemerintah lokal dalam
revitalisasi kawasan.
Kawasan yang direvitalisasi biasanya adalah :
1.
Kawasan mati seperti tidak mampu merawat, tidak mampu memanajemen
pertumbuhan, kepemilikan majemuk, nilai properti negatif, rendahnya
intervensi publik, menyebabkan, rendahnya investasi oleh masyarakat,
pindahnya penduduk, pindahnya kegiatan usaha, hilangnya peran terpusat,
kawasan Hidup tapi Kacau, pertumbuhan ekonomi tdk terkendali, nilai
properti tinggi, namun menyebabkan penghancuran secara kreative terhadap
aktifitas tradisional, pembangunan tidak kontekstual, dan penghancuran
nilai-nilai lama.
2. Kawasan hidup tapi kurang terkendali. Yang
termasuk kawasan ini diantaranya kegiatan cukup hidup, namun kurang
kontrol, terjadinya pergeseran fungsi dan nilai lama yg signifikan, dan
pergeseran setting tradisionalnya.
B. Macam dan Prinsip Revitalisasi
Seiring
perkembangan selanjutnya, istilah revitalisasi digunakan oleh banyak
kalangan dalam segala bidang, dari bidang kajian yang abstark sampai
dengan yang nampak secara kasat mata. Beberapa contoh revitalisasi di
ranah pemikiran saja diantaranya yang bisa diangkat adalah revitalisasi
kearifan lokal yaitu suatu langkah upaya menginterpretasi ulang
makna-makna yang terkandung dalam kearifan lokal tersebut agar tetap
produktif. Reinterpretasi itu penting, sebab pemaknaan kearifan lokal
oleh para leluhur kita itu tentulah mereka sesuaikan dengan konteks
zamannya, dan generasi penerusnya saat ini perlau melakukan pemaknaan
lagi sesuai dengan konteks zaman yang berlangsung sekarang, sama seperti
penyesuaian yang dilakukan oleh nenek moyang dahulu. Wilayah cakupan
revitalisasi yang dilakukan berkutat di wilayah seputar hal-hal yang
abstrak. Sukses tidaknya revitalisasi itu tentu dengan pengamatan dengan
cara abstraksi pula. Kasus yang sama, seperti revitalisasi budaya, visi
organisasi, paradigma keislaman, dan banyak lagi yang lainnya, juga di
wilayah yang tidak nampak secara kasat mata.
Sementara revitalisasi
hutan adalah salah satu contoh bentuk revitalisasi yang konkrit atau
berbentuk material, mudah diraba dan dilihat mata. Berikut akan
dikemukakan hutan yang pernah direvitalisasi pemerintah yaitu hutan di
Aceh pasca tsunami 2004. Waktu itu hutan ternyata juga menjadi korban
keganasan bencana alam juga. Cara yang dilakukan pemerintah
mengembalikan dan memulihkan kondisi hutan itu adalah dengan
revitalisasi. Realisasi itu berdasar pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi.
Banyak
contoh revitalisasi material lainnya, seperti revitalisasi pantai
losari di kota Makassar pada tahun 2002 lalu, juga digagas oleh
pemerintah. Revitalisasi energi nuklir, seperti yang dilakukan oleh
Amerika pada saat George Walker Bush. Jr menjabat sebagai Presiden.
Revitalisasi infrastruktur kota (perkotaan), dan masih banyak contoh
yang lain.
Dengan diskripsi dan uraian contoh singkat di atas, akan
tambah mempertegas bahwa macam-macam revitalisasi itu sangat banyak,
sebanyak bidang kajian yang ada. Revitalisasi bisa di tarik ke mana-mana
untuk hal apa saja. Dalam tataran aplikatif sebagaimana digunakan
banyak kalangan belakangan ini, revitalisasi tidak ubahnya seperti
istilah kata biasa, sama dengan kata reorganisasi, reformulasi,
reinterpretasi dan yang lainnya. Lebih jelas, memfinalkan istilah
revitalisasi sebagai suatu bangunan teori tertentu yang lahir karena
gejolak sejarah masa lalu, belum ada sumber refrensi yang akurat dan
mutawatir.
Hanya apabila lebih meyakini revitalisasi sebagai bangunan
suatu teori tertentu, maka untuk digunakan dalam kajian bidang apa
saja, ada beberapa prinsip dasar revitalisasi yang harus dipakai:
1.
Objek revitalisasi (tempat atau masalah yang akan diberdayakan) jauh
dalam rentang waktu sebelumnya sudah pernah menjadi vital (sudah pernah
terberdaya).
2. Disaat akan melakukan revitalisasi, tempat atau
masalah yang menjadi objek dimaksud dalam kondisi menurun atau kurang
terberdaya lagi.
3. Target dilakukannya revitalisasi adalah untuk
memulihkan kembali kondisi suatu tempat atau masalah, minimal sama
dengan vitalitas yang pernah digapai sebelumnya, tambah bagus apabila
lebih baik lagi.
C. Revitalisasi Dalam Konteks Pendidikan
Di
bidang pendidikan-pun yang masalahnya tentu mengalami pasang-surut,
sama seperti dialami perjalanan dinamika bidang-bidang yang lain, maka
di saat-saat tertentu revitalisasi juga menjadi penting dilakukan. Hal
ini bisa disebut bagian dari proses penyegaran agar himmah terus bisa
berlangsung.
Revitalisasi dalam konteks pendidikan maksudnya adalah
memaksimalkan semua unsur pendidikan yang dimiliki menjadi lebih vital
atau terberdaya lagi, sehingga sasaran dan proses pendidikan yang
dilakukan bisa dicapai dan dilangsungkan dengan maksimal pula.
Banyak
hal yang penting dibuat lebih berdaya. Diantaranya sama seperti enam
agenda rapat koordinasi nasional (Rakornas) yang digelar selama tiga
hari sejak tanggal 7 sampai dengan tanggal 9 Agustus 2006, membincang
tentang tiga isu aktual saat itu, salah satunya revitalisasi
pendidikan. Enam unsur penting beserta rumusan hasil yang menjadi agenda
pembahasan revitalisasi pendidikan, diantaranya:
1. Penyempurnaan Renstra.
2. Penjaminan mutu melalui ujian nasional.
3. Penjaminan mutu melalui peningkatan kualifikasi dan sertifikasi pendidik, kurikulum, dan metode pembelajaran.
4.
Penjaminan mutu melalui saluran pendidikan bertarap internasional,
peningkatan mutu sarana dan prasarana, pembelajaran berbasis ICT dan TV
Edukasi.
5. Sistem seleksi dan pembinaan peserta didik berpotensi kecerdasan dan atau bakat istimewa.
6. Penuntasan desentralisasi pendidikan jenjang dasar dan menengah, dan pengakuan kelulusan pendidikan keagamaan.
Pada
prinsipnya ruang lingkup dan substansi draft agenda pembahasan pertama,
yaitu Rencana Strategis Pendidikan Nasional 2005-2009 sudah cukup
memadai untuk menjadi pedoman dasar dalam pembangunan pendidikan
nasional.
Dalam pengembangan konsep dan implementasi Revitalisasi Pendidikan, diidentifikasi tiga aspek yang perlu diperkuat yaitu:
1. Sinergisme dan harmonisasi pelaksanaan tugas dan fungsi departemen, kementerian dan lembaga terkait pendidikan.
2. Sinergisme pemerintah pusat dan daerah dalm konteks otonomi daerah.
3. Peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat.
Revitalisasi
Pendidikan adalah upaya yang lebih cermat, lebih gigih dan lebih
bertangung jawab untuk mewujudkan tujuan pembangunan pendidikan nasional
sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Aspek akhlak mulia, moral dan budi pekerti perlu
dimasukkan dalam pengembangan kebijakan, program dan indikator
keberhasilan pendidikan, khususnya dalam mengembangkan potensi peserta
didik.
Pendidikan nasional harus mampu mengidentifikasi dan menjawab
tantangan masa depan, serta menjamin keberlanjutan kebijakan dan
programnya. Keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat yang tidak mampu
dalam memperoleh layanan pendidikan yang bermutu perlu dipertegas,
sehingga pemerataan pendidikan untuk semua generasi anak bangsa bisa
dirasa semua kalangan dari lintas penjuru se- Indonesia. Terlebih untuk
mereka yang punya bakat dan kemampuan istimewa.
Isu untuk anak cerdas
dan punya bakat istimewa, dibahas di agenda pembahasan kelima. isinya
mengatur mekanisme rekrutmen, proses pembinaan, sampai dengan bentuk
penghargaan yang layak didapat. Proses seleksi dan proses pembinaan
dilakukan dengan cara sistematis. Pengembangan sistem seleksi, melalui
pembinaan anak berbakat yang lebih efektif perlu didahului dengan sistem
pemetaan berjenjang dari tingkat kecamatan sampai dengan tingkat
nasional, dan di samping sistem seleksi secara berjenjang, pembinaan
perlu didukung dengan sistem pemilihan pelatih yang diseleksi dari para
guru bidang studi di tingkat kecamatan sampai dengan tingkat nasional.
Pemerintah
juga melibatkan peran serta masyarakat, akan tambah baik apabila ada
demarkasi yang jelas antara peran pemerintah dan peran masyarakat.
Pendidikan dan pembinaan bagi anak anak berpotensi kecerdasan/atau bakat
istimewa merupakan private goods yang diserahkan pengelolaannya lebih
banyak kepada masyarakat dan peran pemerintah adalah pada penentuan
regulasi. Peningkatan mutu pendidikan bagi peserta didik pada umumnya
merupakan domain public goods dan oleh karena itu menjadi tanggung jawab
pemerintah untuk mengelolanya secara langsung.
Peran serta
masyarakat, terutama dunia usaha melalui corporate social responibility,
perlu untuk lebih didorong melalui sistem insentif bidang perpajakan
dan melalui keterlibatan mereka dalam talent scouting anak-anak
berpotensi kecerdasan atau bakat istimewa. Dan kesadaran philantrophy
anggota masyarakat perlu dibangun agar pembinaan siswa berpotensi
kecerdasan/atau bakat istimewa memperoleh dukungan masyarakat secara
lebih nyata.
Penghargaan penting diberikan dalam berbagai bentuk,
diantaranya seperti; Penghargaan material dimaksudkan untuk menstimuli
pengembangan akademik anak berpotensi kecerdasan/atau bakat istimewa dan
hendaknya tidak menimbulkan ekses berkembangnya sikap materialistis.
Begitu pula penghargaan akademik kepada para siswa berpotensi kecerdasan
atau bakat istimewa peraih prestasi nasional dan atau internasional
diarahkan untuk memberikan kesempatan melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi tanpa melalui ujian seleksi. Untuk memberi kesempatan
lebih lanjut bagi siswa berbakat istimewa mengembangkan potensi
akademiknya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyediakan beasiswa
untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Penghargaan
kepada anak berpotensi kecerdasan atau bakat istimewa secara akademis,
perlu diberi jaminan kerja sesuai dengan keahliannya. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya brain drain seperti yang selama
ini sudah terjadi.
Dan terakhir pentingnya peran khas dari
pemerintah, di semua tingkatan baik pemerintah pusat, propinsi,
kota/kabupaten, dan satuan pendidikan. Pemerintah pusat dan pemerintah
daerah bersinergi dalam melakukan regulasi untuk melakukan pemetaan dan
seleksi, serta pembinaan bagi siswa berpotensi maupun bagi guru pelatih.
Pemerintah daerah perlu memasyarakatkan sikap dan nilai-nilai
apresiasitif terhadap pemenang kompetisi pendidikan di daerahnya
masing-masing agar masyarakat secara keseluruhan bisa menghargai
prestasi warga masyarakat di bidang pendidikan. Di samping pemerintah
pusat, pemerintah daerah dan masyarakat juga perlu menyediakan fasilitas
dan dana dalam proses seleksi dan pembinaan siswa berpotensi
kecerdasan/atau bakat istimewa dan guru pelatih. Satuan pendidikan
melakukan penelusuran anak-anak yang mempunyai potensi kecerdasan/atau
bakat istimewa, dan melakukan pembinaan untuk menjaga keseimbangan
antara aspek akademis dengan aspek moral dan nilai-nilai nasioalisme.
Belajar dari keberhasilan berbagai sistem pelatihan bagi peserta
olimpiade, perlu dikembangkan pusat-pusat pelatihan untuk bidang seni,
budaya dan olahraga.
Gagasan revitalisasi pendidikan oleh pemerintah
itu, tidak semata-mata khusus hanya untuk lembaga pendidikan di bawah
lingkungan Depdiknas, melainkan menyeluruh dan lebih luas, termasuk juga
lembaga pendidikan di bawah lingkungan Depag. Seperti diketahui
pemerintah mempunyai dua departemen yang sama–sama membawahi lembaga
pendidikan yang ada di Indonesia, pembagian ini dikarenakan ada ciri dan
karakter khusus yang berbeda antara lembaga pendidikan di bawah dua
departemen itu. Sentuhan revitalisasi yang dilakukan pemerintah adalah
dalam rangka mewujudkan pemerataan, agar satu sama lain tidak terjadi
ketimpangan. Pemerataan ini bahkan diupayakan pula bagaimana agar bisa
sejajar dengan lembaga pendidikan unggulan lain dari lintas Negara yang
ada.
Secara rinci masih banyak bentuk dan berbagai macam tawaran lain
seputar revitalisasi oleh pemerintah apalagi masyarakat luas tentang
pendidikan Indonesia ke depan. Banyak kebijakan yang dikeluarkan sebagai
bagian dari spirit revitalisasi. Khusus untuk lembaga pendidikan agama
dalam konteks Indonesia, tawaran revitalisasi menurut Abdul Mu'ti,
dapat dilakukan melalui tiga langkah.
1. Menyempurnakan perangkat
perundang-undangan dan pelaksanaannya. Rancangan UU Sisdiknas yang
sedang dibahas DPR sesungguhnya sudah sangat mencerminkan kondisi
obyektif bangsa Indonesia yang multi-religius. Rancangan dalam pasal
13-1 yang menyebutkan bahwa "pendidikan agama diberikan sesuai dengan
agama siswa dan diajarkan oleh guru yang seagama" dimaksudkan untuk
memperbaiki dan menyempurnakan praktik pendidikan agama yang ternyata
belum berjalan sebagaimana mestinya. Rumusan dalam pasal 13-1 tidak sama
sekali baru, melainkan hanya penegasan dari perundangan pendidikan yang
sekarang ini seharusnya berlaku. Rancangan tersebut juga sangat
rasional dan universal. Sebagai bangsa yang religius, agama mendapatkan
tempat yang terhormat. Pernyataan bahwa siswa menerima pendidikan agama
sesuai dan oleh guru yang seagama memungkinkan mereka untuk memahami
ajaran agamanya secara mendalam dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Pasal ini tidak mengikat kelompok tertentu, tetapi semua
agama dan lembaga pendidikan.
2. Meningkatkan kualitas proses
belajar-mengajar. Selama ini pelajaran agama lebih terkesan sebagai
"pengajaran" dibandingkan dengan "pendidikan". Dalam konteks
"pengajaran", pelajaran agama dapat diberikan oleh guru yang tidak
seagama, bahkan yang anti-agama. Praktik inilah yang berlaku di
negara-negara sekuler, dimana pelajaran agama dimaksudkan untuk
mengetahui ajaran agama sebagai realitas sosiologis mayarakat plural.
Dalam pengertian "pendidikan", pelajaran agama bertujuan untuk memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran agama. Disini peranan guru yang
seagama sangat penting, terutama pada pendidikan Dasar dan Menengah.
Pada level pendidikan ini, guru adalah central figure yang menjadi
sumber imitasi dan otoritas keagamaan. Agama bagi siswa adalah "apa yang
diamalkan" oleh gurunya. Termasuk dalam langkah ini adalah menambah
jumlah dan meningkatkan kwalitas kependidikan guru agama.
3.
Meningkatkan peran sekolah sebagai lembaga pendidikan agama. Dengan
sistem persekolahan sekarang ini, siswa menghabiskan sebagian besar
waktunya di sekolah dibandingkan dengan di rumah. Karena itu, pendidikan
agama tidak cukup hanya dalam keluarga. Disamping karena terbatasnya
waktu, banyak orang tua yang tidak mampu memberikan pendidikan agama.
Ketidakmampuan tersebut disebabkan oleh pengetahuan dan oleh tenaga yang
terbatas.
Yang sangat diperlukan dalam hal ini adalah menjadikan
pendidikan agama sebagai bagian integrative dari lembaga pendidikan.
Nilai-nilai moral agama melekat dan menjiwai setiap mata pelajaran.
Tidak ada dikotomi antara pelajaran agama dengan yang lainnya. Sekolah
seharusnya menjadi lembaga yang seluruh aktivitas dan personel yang ada
di dalamnya mengamalkan ajaran agama. Misalnya, sekolah dapat menjadi
lembaga yang bersih dari korupsi dimana kejujuran dan keadilan
ditegakkan. Sekolah merupakan tempat yang damai dimana semua orang dapat
mengamalkan ajaran agamanya secara bebas, tanpa tekanan, saling
menghormati dan bekerjasama diantara pemeluk agama yang berbeda. Inilah
yang perlu kita perjuangkan bersama-sama.
D. Unsure-unsur Revitalisasi Pendidikan
Luasnya
ruang pembahasan tentang pendidikan, menyebabkan semakin banyak pula
tawaran pembahasan dari sisi yang terkecil sekalipun untuk disorot dalam
rangka direvitalisasi hal-hal minus yang dianggap penting untuk itu.
Hanya secara universal menurut hemat penulis, unsur-unsur pendidikan
saja dulu yang perlu dilihat pertama untuk diketahui apakah perlu
direvitalisasi atau tidak. Beberapa unsur itu, diantaranya :
1. Peserta Didik
Peserta
didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung
menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau
pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
Menempatkan
peserta didik sebagai pribadi yang utuh adalah suatu keharusan. Dalam
kaitannya dengan kepentingan pendidikan, akan lebih ditekankan hakikat
manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan makhluk sosial yang
merdeka dan bebas.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:
a. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
b. Individu yang sedang berkembang.
c. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
d. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
2. Pendidik
Istilah
pendidik lebih dikenal dengan sebutan guru, mereka adalah orang yang
diberi pelimpahan dari tugas orang tua yang tidak mampu untuk memberikan
pengetahuan dan keterampilan kepada anak-anaknya
Yang dimaksud
pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan dengan sasaran peserta didik. Mendidik mempunyai arti jauh
lebih luas lagi dari sekedar mengajar. Belakangan ini tidak mudah untuk
bisa menyandang idenditas Pendidik. Selain kualifikasi akademik yang
harus didapat, tentu dengan cara melanjutkan kuliah hingga lulus S1 atau
minimal D2, selebihnya juga perlu uji kelayakan yang di tes pemerintah
melalui program sertifikasi.
3. Interaksi Edukatif antara Pendidik dan Peserta Didik
Interaksi
edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta
didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian
tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi
intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat pendidikan.
Memperlancar
pola interaksi antara pendidik dan peserta didik agar tercipta
perbaikan yang diinginkan, setidaknya pendidik perlu memiliki
sifat-sifat sebagai berikut:
a. Mencintai profesinya sehingga tugas-tugas sebagai pendidik dilaksanakan dengan rasa senang dan penuh anggung jawab.
b.
Peka terhadap kebutuhan peserta didik dan mau membantu peserta didik
dalam menghadapi kesulitan belajarnya serta berusaha untuk mengetahui
kemungkinan masalah yang akan dihadapinya.
c. Bisa membangkitkan semangat dan perhatian belajar siswa melalui penyajian bahan dan prosedur pengajaran yang digunakan.
4. Tujuan Pendidikan
Setiap
proses selalu ada tujuan yang hendak dicapai, karena melangkah tanpa
tujuan sama seperti berjalan tidak tau arah. Akan cenderung mudah dibuat
ombang-ambing oleh keadaan yang mengiringinya. Proses pendidikan-pun
mempunyai tujuan yang ingin dicapai oleh semua pihak terutama peserta
didik yang menjadi pelaku pendidikan. Secara garis besar target tujuan
akhir dari proses pendidikan yang dilakukan, sebagaimana dicita-citakan
oleh negara yang tertuang dalam UUD 1945 adalah untuk mencerdaskan
generasi anak bangsa ke depan. Cita-cita ini berlandaskan cita-cita
agama yaitu membentuk peserta didik menjadi insan paripurna.
Lebih
spesifik lagi menurut Dede Rosyada, bahwa tujuan pendidikan selalu
diarahkan kepada pencapaian kompetensi, yaitu kecakapan atau kemampuan
peserta didik dalam tiga ranah sekaligus, kognetif, afektif dan
psikomotorik.
5. Materi Pendidikan (Kurikulum)
Undang-Undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa
kurikulum adalah "seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu".
Dalam banyak literature kurikulum diartikan sebagai
suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang
harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar.
Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu
atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana
tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki
seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut. Pengertian
kualitas pendidikan di sini mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
dokumen merencanakan kualitas hasil belajar yang harus dimiliki peserta
didik, kualitas bahan atau konten pendidikan yang harus dipelajari
peserta didik, kualitas proses pendidikan yang harus dialami peserta
didik. Kurikulum dalam bentuk fisik ini seringkali menjadi fokus utama
dalam setiap proses pengembangan kurikulum karena ia menggambarkan ide
atau pemikiran para pengambil keputusan yang digunakan sebagai dasar
bagi pengembangan kurikulum sebagai suatu pengalaman.
Biasanya untuk
mempermudah penyampaian materi kepada peeserta didik, kurikulum
diorganisasikan sesuai dengan sistem pengajaran pendidikan yang ada,
yaitu pendidikan dasar (9 tahun), pendidikan menengah (3 tahun), dan
pendidikan atas (4 tahun).
Sederhananya, kurikulum adalah materi
pelajaran yang telah dirumuskan bersama untuk ditransformasikan kepada
peserta didik sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka
NKRI, dengan memperhatikan peningkatan iman dan taqwa, dan peningkatan
akhlaq mulia. Arah dari rumusan kurikulum tentu untuk mewujudkan
tujuan/cita-cita pendidikan. Ada kerja sama berkesinambungan antar
unsure-unsur pendidikan yang ada.
6. Metode dan Alat Pembelajaran
Metode
mengajar adalah sekumpulan cara untuk melakukan aktivitas yang
tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta
didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga
proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran
tercapai.
Alat atau bisa juga disebut perangkat pembelajaran adalah
instrumen atau media yang digunakan ketika pembelajaran dilangsungkan
agar peserta didik mudah mencerna dan memahami materi yang disampaikan
oleh pendidik. Alat pembelajaran ini biasanya disesuaikan dengan metode
pembelajaran yang digunakan. Berikut beberapa macam metode pembelajaran:
d. Metode Ceramah
Metode
ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan
pengetahuan saecara lisan kepada sejumlah peserta didik yang pada
umumnya mengikuti secara pasif. Metode ceramah dapat dikatakan sebagai
satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi,
dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan
yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham peserta didik.
e. Metode Diskusi
Metode
diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan
memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut
sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama
(socialized recitation ).
f. Metode Simulasi
Metode simulasi
adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian,
aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun
melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan
atau materi yang sedang disajikan.
7. Lingkungan Pendidikan
Sejak
lama Ki Hajar Dewantoro memproklamirkan ada tiga lingkungan pendidikan
yang disebut dengan tri pusat-pendidikan. Penjelasan dari lingkungan itu
banyak juga yang menyebut dengan istilah pendidikan formal, informal,
dan nonformal. Hanya untuk pembahasan ini akan banyak mengupas
lingkungan pendidikan di sekolah saja atau ketika proses pembelajaran
berlangsung.
Lingkungan belajar, adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan
ini mencakup dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan
sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran
haruslah saling mendukung, sehingga siswa merasa kerasan di sekolah dan
mau mengikuti proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan
ataupun keterpaksaan.
Oleh karenanya dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar, setiap guru harus dapat menciptakan suasana belajar
yang humanis, bebas, dan menyenangkan. suasana interaksi belajar
mengajar yang hidup, memotivasi siswa untuk berpartisipasi dalam proses
belajar mengajar, dan lingkungan belajar di kelas yang kondusif. Agar
pembelajaran benar-benar kondusif maka guru mempunyai peranan yang
sangat penting dalam menciptakan kondisi pembelajaran tersebut. Diantara
yang dapat diciptakan guru untuk kondisi tersebut adalah penciptaan
lingkungan belajar.
E. Sasaran dan Target Revitalisasi Pendidikan
Sebagaimana
telah kita pahami bahwa pengembangan manusia seutuhnya telah menjadi
tujuan pendidikan nasional, dan mungkin saja telah menjadi tujuan
pendidikan nasional di berbagai negara. Tetapi pada kenyataannya kita
sering kurang jelas atau kesulitan menemukan gambaran manusia seutuhnya,
dan akan lebih sulit lagi ketika harus merumuskan bagaimana
mengembangkan manusia yang utuh, terintegrasi, selaras, serasi dan
seimbang dari berbagai aspek dan potensi yang dimiliki manusia.
Secara
garis besar objek ahir yang akan diberdayakan adalah generasi muda
harapan bangsa, bagaimana ke depan bisa ikut terlibat mengisi
kemerdekaan republik tercinta ini menjadi lebih baik, atau minimal bisa
menjadi warga negara yang cinta tanah air, berkepribadian baik, tidak
suka merusak asset negara dalam bentuk material dan terus menjaga
keutuhan hidup berbangsa dan bernegara. Ekspresi itu, penulis menganggap
cermin manusia seutuhnya dalam konteks ke-Indonesia-an sebagaimana yang
dicita-citakan oleh tujuan pendidikan nasional.
Hanya lebih general,
sebelum memberdayakan anak bangsa di usia sekolah, menjadi penting pula
memberdayakan lembaga tempat anak belajar. Dan lebih spesifik lagi
lembaga yang mestinya menjadi sasaran revitalisasi adalah lembaga
pendidikan yang masih belum terberdaya baik itu lembaga pendidikan di
bawah lingkungan Depdiknas maupun Depag, dan atau baik lembaga
pendidikan itu formal, informal, maupun nonformal, agar pemerataan dan
penyetaraan lembaga pendidikan di Indonesia beserta out put peserta
didiknya, bias dirasa “duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.” Dalam
arti sama dan sepadan.
http://revitalisasipendidikanpesantren.blogspot.com/2009/07/bab-ii-revitalisasi-pendidikan.html
EmoticonEmoticon